Posts Tagged ‘interaction

14
Dec
11

menjajah dan terjajah

Dalam sebuah keluarga biasanya terdapat bapak, ibu, dan anak-anaknya, dimana mereka tinggal dalam satu rumah. Dalam rumah sayapun seperti itu, saya tinggal bersama ibu saya, dan kedua kakak saya, tapi kakak saya yang perempuan sekarang sudah pindah rumah, karena dia sudah menikah, sehingga saya sekarang tinggal bersama ibu dan kakak laki-laki saya.

Dulu sebelum kakak saya yang perempuan pindah rumah, dari kami 3 bersaudara hanya dialah yang mempunyai kamar sendiri, dimana saya dan kakak saya berbagi satu kamar. Sebagai anak laki-laki, kami memang mempunyai kebiasaan untuk meninggalkan kamar kami dalam keadaan jorok dan kotor. Pada waktu itu saya masih SMA dan kakak saya sudah bekerja, sehingga dari segi pemakaian kamar, waktu itu sayalah yang paling banyak menggunakan kamar kami, karena saya pulang lebih cepat dari kakak saya, dimana pada waktu itu saya pulang setiap jam 3 dari sekolah, dan kakak saya pulang jam 8 malam dari kerjanya. Tapi dalam kamar kami, lebih banyak terdapat barang-barang kakak saya daripada saya, karena kakak saya adalah seorang kolektor mainan, dan karena dia sudah bekerja, setiap kali dia mendapat gaji, hal pertama yang dia akan beli adalah mainan baru untuk ditambahkan ke koleksinya. Pada awalnya memang tidak apa-apa, tapi seiring dengan berjalannya waktu, semakin lama koleksi mainan kakak saya semakin bertambah, sehingga akhirnya kamar kami pun dipenuhi oleh mainan kakak saya, dari mulai bagian atas lemari baju, sampai ke kolong bawah tempat tidur kami.

Pada saat saya mulai kuliah di arsitektur, saya menjadi jarang tidur di kamar dan lebih sering tidur di luar kamar, karena saya tidak ingin mengganggu tidur kakak saya pada saat saya begadang. Hal ini menyebabkan tempat tidur saya di kamar menjadi tidak terpakai dan kosong. Karena kakak saya tetap terus menambah koleksi mainannya, lama kelamaan kakak saya kehabisan tempat untuk menaruh koleksi mainannya,dan karena dia tidak mau menaruh koleksinya di gudang, akhirnya dia terpaksa memuatkan koleksinya dalam kamar. Karena saya pada waktu itu sudah jarang tidur dalam kamar, sehingga sedikit demi sedikit dia mulai menaruh koleksi mainannya di tempat tidur saya. Pada saat masih sedikit mainan yang ditaruh di tempat tidur saya, saya suka memindahkan koleksi mainannya ke lantai, kalau saya sedang ingin tidur di tempat tidur saya, tapi karena koleksi mainannya terus bertambah akhirnya lama kelamaan saya juga semakin malas untuk memindahkan mainannya ke bawah, dan lebih memilih untuk tidur di luar kamar. Lama kelamaan tempat tidur sayapun menjadi penuh dengan koleksi mainan kakak saya, dan sayapun sejak saat itu sudah tidak tidur di kamar lagi.

Hal ini tetap berjalan terus sampai akhirnya kakak perempuan saya pindah rumah karena menikah, dan saya mendapatkan kamar saya sendiri. Sangat lucu apabila saya mengingat-ingat hal ini, karena sebagai 2 orang yang berbagi satu kamar, kami seharusnya bisa secara seimbang menjadikan kamar itu milik kami berdua, tapi dengan seiring berjalannya waktu, kamar itu bukan menjadi kamar kami, tapi lebih menjadi kamar kakak saya dimana saya menaruh barang-barang saya, dan kadang tidur di situ.

26
Dec
10

Lihatlah ke luar

Suka berjalan-jalan? Ya, jalan-jalan, yang dalam hal ini sedang dalam keadaan santai, sering dilakukan orang untuk sekedar refreshing. Dengan apa kalian berjalan-jalan, dengan kendaraan pribadi kah? Kendaraan umum kah? Atau cukup dengan berjalan kaki? Kemudian, ketika kalian sedang berjalan-jalan, apa saja yang kalian lakukan?

Dulu ketika saya baru kedua kalinya naik Transjakarta, saya belum hafal arah maupun jalur Transjakarta. Ketika itu, saya sedang berada di halte Transjakarta di daerah Senen dan akan pulang ke rumah, ke arah Cililitan. Sebelumnya, saya pernah naik Transjakarta dari halte tersebut, jadi saya cukup yakin saya bisa pulang ke rumah. Dengan sedikit sok tahu (haha :D) saya masuk ke bus Transjakarta yang baru saja tiba, dan ternyata bus tersebut menuju ke arah yang berbeda dari tujuan saya! “Gawat, gue nyasar!” pikir saya waktu itu. Namun setelah bertanya-tanya, saya akhirnya tahu juga bagaimana supaya saya bisa kembali ke Senen. 😀

Berhubung hari itu hari Minggu, jadi tidak banyak yang menggunakan jasa Transjakarta sehingga bus yang saya naiki cukup lengang, sehingga saya cukup lega karena tidak perlu berdesak-desakan. Lalu, karena saya bosan, saya memutuskan untuk melihat-lihat ke luar. Ternyata bus yang saya naiki melewati jalan-jalan yang belum pernah saya lalui sebelumnya, karena saya jarang ke daerah tersebut. Walaupun masih di dalam Jakarta, jalan, bangunan, dan suasana di sana cukup asing bagi saya. Mata saya pun tidak lepas dari pemandangan di luar jendela. Dan ternyata, bus yang saya naiki melewati Stasiun Gambir, Monas, dan seterusnya. Wah, saya baru mengetahui, ternyata ada jalan lain untuk menuju ke Stasiun Gambir selain jalan yang biasa saya lewati dengan mobil pribadi. Tidak hanya itu, suasana daerah ini sangat berbeda dengan daerah tempat tinggal saya.

Dalam kuliah everyday sebelumnya pernah dibahas mengenai window shopping. Tentunya bagi yang suka belanja tidak asing lagi dengan istilah ini. 😀 Ya, melihat-lihat, itulah maknanya, seperti kalau kita sedang jalan-jalan ketika belanja, kita hanya melihat dari balik kaca toko. Kembali ke pertanyaan tadi, apa yang kalian lakukan ketika berjalan-jalan, terutama ketika sedang berada dalam kendaraan? Apakah berkomunikasi lewat HP seperti yang banyak orang lakukan? Atau hanya duduk saja sambil mendengarkan musik? Hal tersebut bisa dan boleh saja dilakukan, tetapi perlu juga kita melihat ke luar. 🙂

Ada banyak hal menarik yang bisa dilihat di luar: kehidupan dalam society. Ada manusia, bangunan, alam, serta aktivitas yang menghubungkan semua komponen yang terlibat di dalamnya. Ketika saya mengalami nyasar seperti cerita saya di atas, mata saya justru tidak dapat lepas dari pemandangan di luar jendela, melihat bagaimana situasi yang ada di sekitar jalan yang saya lewati. Apabila saya sedang dalam perjalanan ke luar kota, ketika naik mobil atau kereta, saya selalu memilih tempat yang berada dekat dengan jendela, karena seiring melajunya kendaraan, pemandangan di luar pun berubah. Setelah melewati suatu tempat, kita menuju ke tempat yang baru, begitulah perjalanan, hingga kita sampai di tempat tujuan. Tentunya akan sayang apabila pemandangan mengenai situasi ini terlewatkan.

Manusia, lingkungan, serta aktivitasnya merupakan bagian dari keseharian kita. Kita pun perlu memperhatikan lingkungan yang ada di sekitar kita, karena mungkin hal-hal yang kita lewati dalam setiap proses perjalanan kita dapat memberikan sesuatu pengalaman atau cerita yang menarik bagi kita. 🙂

25
Dec
10

Privasi, orang lain tidak dapat menyadari keberadaan kita atau kita yang tidak menyadari keberadaan orang lain?

Ini merupakan pengalaman diri saya sendiri, ketika dalam perjalanan, terutama ketika berada di dalam kendaraaan umum. Saya sering merasa terganggu dengan pembicaraan atau pengamen yang berada di dalamnya, terutama ketika saya ingin memejamkan mata sejenak untuk beristirahat atau sekedar ingin mendapatkan ketenangan, mendengarkan musik melalui earphone menjadi solusi saya untuk “mengisolasi diri” dengan orang lain di sekitar saya sehingga saya dapat berisitirahat .
Dari pengalaman itu saya menilai bahwa privasi itu hadir bukan ketika orang lain tidak dapat melihat saya melakukan apa, tetapi saya merasakan privasi ketika saya tidak dapat merasakan (mengindera) apa yang orang lakukan di sekitar saya. Dengan menutup indera pendengaran saya, saya merasa lebih nyaman dan dapat memejamkan mata saya, tidak peduli bagaimana orang menanggapi tingkah laku saya karena saya tidak dapat mendengarnya.

Privasi itu sangat identik dengan keamanan, kita merasa privat bila kita mengetahui orang lain tidak dapat menyadari keberadaan kita, tetapi kita juga dapat merasa aman bila kita tidak menyadari keberadaan orang lain terhadap kita, sehingga perasaan aman itu tercipta. Menurut saya, penggunaan earphone dan headset itu membuat kita merasa aman secara “semu” karena indera kita telah ditipu oleh musik yang kita putar.

Pada kesimpulannya persepsi kita akan sebuah ruang, dapat dimanipulasi dengan beragam teknologi yang ada (dalam hal ini headset) terkadang kita juga merasa asik dengan perangkat mobile kita tanpa menyadari apa yang terjadi di sekitar kita. Ruang pada masa sekarang bukan terbatas pada boundary fisik saja, tetapi kita menciptakan boundary yang kita definisikan sendiri baik secara sadar atau tidak.

25
Dec
10

dunia maya vs dunia nyata

Bagaimana perilaku orang dengan ruang sekarang ini? bagaimana ruang-ruang maya dapat tercipta? Apa yang berubah dengan adanya internet bahkan blackberry sekarang ini?

Fenomena twitter belakangan ini menurut saya cukup mengubah perilaku beberapa orang. Yang menarik adalah twitter seperti menjadi ruang sosial baru untuk orang-orang bertemu dan berkumpul membicarakan bagaimana hari-hari mereka, merencanakan sesuatu. kehidupan masa lalu,masa sekarang (apa yang terjadi saat itu), masa depan tampaknya dapat dibicarakan melalui twitter ini. Kalau dulu mungkin orang-orang akan berkumpul di suatu tempat untuk sekedar bertemu dan berbincang mungkin dengan keberadaaan internet sekarang ini.hal itu sudah tidak perlu dilakukan lagi. Bahkan setelah adanya teknologi blackberry, blackberry seperti internet dalam genggaman tangan, banyak akses dalam genggaman tangan. Banyak pengguna blackberry sekarang ini ketika berada di ruang sosial dunia nyatanya justru sibuk dengan dunia mayanya, tidak memperdulikan keberadaan orang lain sekitarnya bahkan elemen arsitektur ataupun bangunan arsitektur sekitar mereka menjadi tidak penting lagi.

Kalau dulu misalnya taman menjadi area publik untuk bertemu dan saling menyapa maka saat ini timeline twitter lah yang menjadi ajang untuk melihat orang lain,menyapa,bahkan berbincang dengan orang lain itu. Tidak perlu banyak space yang dibutuhkan bahkan, hanya space sebesar badan manusia atau sebesar tempat duduk saja sudah bisa membuat orang ini berinteraksi dengan banyak orang. Timeline di sini seperti menjadi sebuah ruang yang mampu menampung keberadaan banyak orang. Menampung mereka yang saling menyapa (orang-orang yang saling berinteraksi di twitter) , menampung mereka yang hanya menyaksikan saja (orang-orang yang hanya membaca timeline, tapi orang ini sebenarnya tahu apa yang sedang dibicarakan orang-orang sekitarnya), dan menampung orang-orang yang ingin mengekspresikan dirinya tanpa motivasi apapun untuk berinteraksi dengan orang lain (orang-orang yang mengupdate statusnya).
Bahkan anda bisa membuat semacam kelompok sendiri di ruang-ruang maya tersebut. Fenomena hashtag (#……..) menurut saya menjadi semacam suatu kumpulan orang-orang akan suatu topik,isi,kesukaan yang sama. Apabila di dunia nyata anda berbincang dengan berkelompok untuk saling membagi suatu kesukaan yang sama maka di duni maya hal ini dapat dibantu dengan penggunaan hash tag.

Hal ini membuat saya berpikir jangan-jangan nantinya peran arsitek akan sangat minim karena orang-orang tidak memerlukan ruang banyak untuk aktifitasnya. Yang mereka butuhkan barangkali hanya seukuran ruangan yang dapat diisi manusia berserta perangkat elektroniknya (seperti komputer) :p
Barangkali penciptaan ruang nanti lebih menjadi tugas programmer bukan arsitek lagi?
coba dipikirkan kembali berapa banyak waktu yang anda habiskan bersama hp anda, blackberry anda, dan komputer anda beserta dengan koneksi internetnya dibanding dengan waktu anda berjalan-jalan di suatu ruang di dunia nyata dan berinteraksi secara langsung, secara nyata?
Saya pribadi lebih banyak menghabiskan waktu saya bersama dengan perangkat-perangkat elektronik tersebut.hehe.

27
Oct
10

kamar mandi sarana interaksi

ruang interaksi merupakan kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial. manusia tidak akan lepas dengan kebiasaannya berinteraksi (ngobrol).Tidak tersedianya ruang untuk berinteraksi mengakibatkan individualisme bagi setiap individu atau interaksi yang hanya dengan sesamanya. segala kebutuhan di ringkas, berada dalam satu ruangan. dan menjadi wilayah privat. dan wilayah publik menjadi hal yang minim sehingga kurang terjadi interaksi. hal ini terjadi kos-kos an kutek pada umumnya. kos-kosan di kutek menyediakan kamar-kamar dengan fasilitas yang memadai di dalamnya. minimal kamar tidur lengkap dengan kamar mandinya. dan lebihnya ada televisi bahkan AC. keberadaan segala fasilitas yang berada dalam satu ruangan ini agar penghuni lebih efisien dalam waktu  dan tidak perlu lagi keluar kamar. penghuni hanya keluar untuk membeli makan dan selebihnya dilakukan di dalam kamar. karena mementingkan efisiensi tersebut,hal yang terjadi kebanyakan justru mengakibatkan pengurangan dimensi seperti yang terjadi di kamar mandi, kamar mandi menjadi relatif sempit dan tidak memenuhi standard kenyamanan. saya pernah menemui kamar mandi kos yang berukuran kira-kira 1.5×1.2 m sampai-sampai jongkok pun susah dan bersentuhan dengan dinding-dinding kamarmandi. selain itu pula, karena sebagian besar kebutuhan setiap penghuni telah terpenuhi di dalam kamar, penghuni merasa nyaman di dalam kamar dan malas untuk berinteraksi dengan penghuni lain.

dan ketika ruang publik menjadi hal yang dominan dari pada ruang privat maka interaksi akan lebih terjalin. hal ini terjadi di kos uswatun khasanah kutek. memang jumlah kamar kos ini tidak banyak (17 kamar) tidak seperti kos-kosan kutek lainnya yang jumlahnya melebihi 20 kamar. 17 kamar ini terbagi 2 antara lantai atas lantai dasar.akan  tetapi interaksi tersebut dalat terjalin. di kos an ini, wilayah privat hanyalah kamar tidur. dan kamar mandi menjadi wilayah publik. kamar mandi menjadi zona publik ini ternyata memiliki dampak terhadap interaksi bagi penghuninya. seperti ketika di dalam kamar mandi tersebut ada orang, dan ada orang lain yang akan menggunakan juga maka org trsebut akan berkata paling tidak ” ada orang ya??masi lama g? ” dan lama kelamaan karena menjadi keseharian maka hubungan antar penhuni menjadi semakin akrab tanpa menyinggung hati penghuni lain. Dan dapat dilihat dari perkataannya “woi cepetan woi..lama bgt..kebelet nih”.

dari penjelasan di atas, sebuah interaksi tidak hanya di wujudkan dengan sebuah ruang luas dengan properti yang di gunakan bersama akan tetapi dengan adanya  kamar mandi yang bersifat umum di kos-kosan pun dapat menghasilkan ruang interaksi. selain kamar mandi masih banyak lagi ruang yang dapt mengintervensi penghuni kos sehingga interaksi antar penghuni terjalin.

27
Oct
10

Keseharian Arsitektur dalam Toilet Wanita

Tentu saja istilah “cat fight” sudah tidak asing lagi di telinga kita. Cat fight merupakan istilah yang digunakan untuk mengilustrasikan pertengkaran antara dua orang wanita baik sekedar pertengkaran mulut ataupun mulai menjurus ke arah fisik. Walaupun beberapa wanita mampu menahan diri dan mempunyai kesabaran tinggi, namun lebih banyak wanita yang emosinya mudah tersulut oleh hal yang sangat sepele. Pada kesempatan ini, saya akan membahas term cat fight yang sering terjadi di dalam toilet wanita di tempat publik yang sedang ramai serta kaitannya dengan keseharian dan arsitektur.

Bila anda seorang wanita dan pernah menggunakan fasilitas toilet umum di pusat perbelanjaan, mungkin anda pernah menyaksikan secara langsung perdebatan antara dua wanita mengenai siapa yang seharusnya masuk ke bilik toilet terlebih dahulu serta bagaimana pola mengantri yang paling tepat. Pola mengantri dalam sebuah toilet wanita dapat dianalisis melalui bentuk arsitektural dari toilet tersebut. Apabila bilik-bilik toilet hanya berada pada satu sisi dengan space mengantri yang cukup luas di depan pintu bilik, umumnya para pengguna toilet tidak akan segan untuk saling menyerobot dan berdiri di depan pintu bilik dengan jumlah pengantri yang paling sedikit. Sedangkan apabila bilik berjajar di kedua sisi ruangan dengan space mengantri yang sempit, umumnya pengguna toilet akan mengantri membentuk satu garis di ujung bilik terluar dan pengantri terdepan dapat masuk ke bilik manapun yang terlebih dahulu kosong. Yang seringkali menimbulkan pertengkaran adalah adanya pengguna toilet yang dengan santainya berjalan menyalip antrian pada jenis toilet nomor dua dan mengantri di depan bilik layaknya pola antrian nomor satu.

Pola mengantri seperti ini tidak pernah diberlakukan secara tertulis, melainkan merupakan perilaku keseharian yang timbul berdasarkan adaptasi terhadap bentuk arsitektural dan berkembang dengan sendirinya. Melalui tulisan ini saya ingin menyampaikan bahwa perilaku manusia dalam kesehariannya sangat dipengaruhi oleh arsitektur sekecil apapun pola perilaku tersebut, dan sedikit saja kesalahan dalam mengadaptasi pola yang sudah ada dapat menimbulkan intervensi bagi pelaku keseharian yang lainnya.

27
Oct
10

Manusia dan Arsitektur

Ketertarikan saya untuk mengambil mata kuliah everyday and architecture bermula dari keingintahuan saya tentang beragam fenomena-fenomena kejadian sehari-hari yang sering terlupakan oleh kita semua. Kalau kita kembali merunut apa itu arsitektur, mungkin kita akan menemukan jawabannya. Jika kita memberi pertanyaan orang awam, apa itu arsitektur pasti jawabannya adalah bangunan. Namun menurut saya sebagai mahasiswa arsitektur, sejauh ini saya belajar, arsitektur merupakan ilmu tentang manusia. Bagaimana manusia memperlakukan lingkungannya, berinteraksi dengan sesamanya, dan alam. Setiap tindakan, sebenarnya manusia secara tidak sadar menciptakan ruang dan menjadi fenomena yang bisa terjadi dalam kurun waktu yang sering atau tertentu. Aristektur tidak hanya milik orang yang memiliki banyak uang untuk membuat rumah minimalis dan mewah, bukan milik para developer dengan puluhan proyek perumahannya. Arsitektur milik semua manusia yang bertindak menciptakan ruang.

Saya mencoba menghubungkan fenomena keseharian ruang dengan proyek mata kuliah everyday and architecture, yaitu community center jatinegara. Menurut hasil survey, mereka sering berkumpul di  pinggir jalan. Mereka sebenarnya memproduksi ruang secara tidak sadar. Mungkin mereka memiliki kebutuhan yang tidak mereka tidak sadari padahal mereka melakukannya setiap hari yaitu kebutuhan bersosialisasi. Banyak hal yang membuat mereka mungkin tidak terlalu memikirkan hal itu, seperti golongan ekonomi menangah yang lebih memprioritaskan kebutuhan mencari uang untuk tetap bertahan hidup. Kebutuhan sosialisasi sebenarnya memiliki efek yang cukup signifikan terhadap mereka. Dengan mengolah ruang sosialisasi menjadi lebih efektif mereka dapat menigkatkan taraf kehidupan mereka. Mereka dapat bertukar pikiran,saling membantu dan akhirnya dapat menyelesaikan persoalan–persoalan baik yang terjadi dalam diri mereka sendiri maupun di lingkungan tempat tinggalnya. Pengolahan ruang yang baik  yang diproduksi manusia akan menghasilkan dampak positif bagi peningkatan taraf hidup manusia. Bukankah itu sebenarnya tugas arsitek? Profesi arsitek yang terbilang “keren” dimasyarakat mengisyaratkan seolah-olah arsitek hanya berkecimpung pada proyek kelas mewah. Everyday and architecture mencoba melihat arsitektur secara lebih luas dan dalam arti sebenarnya bahwa arsitektur itu miliki semua golongan manusia.

26
Oct
10

Belajar dari rumah sakit..

Komunitas terbentuk karena sebuh kesamaan yang mendasari mereka. Entah terdapat kesamaan pada tujuan, penderitaan, kegemaran, atau apapun itu. Namun kadang komunitas baru akan terbentuk apabila ada wadah yang mewadahi sekumpulan orang itu untuk berinteraksi.

Pada sebuah rumah sakit di jakarta timur, terdapat kawasan rawat inap yang menarik bagi saya. Bangsal rawat inap ini memiliki sebuah koridor yang panjang sebagai area sirkulasi umum bagi pengunjung untuk sebagai penghubung antar bangsal. Koridor ini panjang, sehingga cukup melelahkan untuk dilalui seluruhnya, tapi sekaligus menyegarkan bagi pasien-pasien yang biasanya menghabiskan waktu di tempat tidur sepanjang waktu. Koridor ini berupa sekaligus balkon sehingga saat pagi hari, cahaya yang masuk cukup banyak sehingga terasa hangat sedangkan saat siang hari cahaya matahari yang panas terhalang oleh sebuah pohon besar di depan koridor ini. Masih terasa panas, namun tidak terlalu menyengat. Pada malam hari terasa dinginnya angin malam, meyakinkan pasien-pasien untuk tetap beristirahat di dalam ruangan. Koridor ini dilengkapi dengan beberapa tempat duduk di setiap depan ruangannya. Hasilnya, hampir setiap pagi pasien-pasien ke luar ruangan kamarnya untuk sekedar duduk-duduk, berjalan-jalan melepas penat selama di dalam kamar, atau sekedar berjemur saja menikmati cahaya pagi. Pasien-pasien ini memenuhi kebutuhan mereka sebagai makhluk sosial; berinteraksi.

Terlihat seorang pemuda, ditemani istrinya, yang dengan tergopoh-gopoh berjalan bolak-balik sembari membawa botol yang berisi cairan berwarna merah yang terhubung ke selang yang tersebunyi di dalam kaosnya, menyapa setiap penghuni bangsal yang dilewatinya. Terlihat sesekali ia berhenti dan mengobrol dengan beberapa orang. Ada pula ibu-ibu paruh baya yang duduk di teras, walaupun dengan tangan masih tersambung kepada selang infus, mengajak berbicara atau sekadar tersenyum dan bertanya “mau kemana?” kepada setiap orang yang melewatinya. Ada juga bapak-bapak yang nampaknya sudah sehat dan sekedar duduk-duduk menikmati udara dan cahaya pagi layaknya suasana hangat seperti ini adalah hal yang sudah lama tak di rasakannya. Para perawat yang biasanya melalui koridor belakang pun rutin setiap pagi mengunjungi pasien-pasien di setiap kamar lewat koridor ini, melewati pasien-pasien yang sedang di koridor ini, dan mau tak mau, lagi-lagi menyapa orang-orang yang berkumpul di koridor ini. Akhirnya secara tidak sadar, terjadi semacam interaksi rutin yang terjadi dimana pasien-pasien, pasien- perawat, perawat-perawat , pasien-keluarga pasien, keluarga pasien-perawat, ataupun sesame keluarga pasien berinteraksi satu sama lain memperbincangkan –kebanyakan- tentang kesamaan mereka ; mengapa mereka berakhir di rumah sakit itu dan bagaimana kedepannya.

Selama saya menyusuri koridor itu pagi hari, yang saya lihat bukanlah pemandangan orang-orang sakit yang sedang berjuang keras untuk dapat bertahan hidup. Namun yang saya lihat adalah — terlepas dari segala ‘aksesoris’ medis yang mereka gunakan– orang-orang sehat yang sedang bersantai layaknya pemandangan tiap minggu pagi di taman. Banyak ekspresi di dalamnya. Bertemunya kesamaan ini (mungkin dalam kasus ini adalah kesamaan nasib) melahirkan sebuah semangat baru yang timbul dari masing-masing orang. Adanya komunitas menjadikan mereka memiliki merasakan perasaan “Oh, ternyata saya tidak sendiri” dan dari perasaan itu akhirnya timbul semangat dan perasaan senang.

Suasana riang dan hangat seperti ini jarang saya lihat di rumah sakit lain yang biasanya hanya berupa lorong panjang tertutup dan mengandalkan cahaya buatan serta penyejuk ruangan untuk mengakomodasi kebutuhan ruangnya. Lorong rumah sakit yang seperti itu terlihat hanya diperuntukkan untuk berjalan dari satu ruangan ke ruangan lain. Tidak ada tempat berkumpul, atau pergantian suasana sejuk, panas, dingin, hangat.

Dari sini saya merasakan bahwa dengan sebuah wadah yang benar, interaksi akan terjadi dan kesamaan itu akan lebih terlihat. Apabila sudah menemukannya, secara tidak sadar manusia akan membentuk sebuah komunitas. Dari sinilah dibutuhkan peran space yang tepat untuk mengakomodir kebutuhan orang-orang yang akan menempatinya. Tentang siapakah yang akan menempatinya ? apa yang baik untuk mereka ? apa kegiatan yang diharapkan akan muncul ? Dengan peran yang tepat, akhirnya di dalam space tersebut menghasilkan suasana kegiatan di dalam ruangan menjadi positif yang kemudian berdampak positif pula bagi pelaku kegiatan tersebut.




This is a blog for any ideas, thoughts, questions and anything else related to architecture and everyday. Writings in this blog were submitted by students of "Architecture & Everyday" class at the University of Indonesia, as our attempts of reading and re-reading of our everyday and our architecture