27
Sep
09

Berwacana tentang arsitektur + keseharian

Blog ini merupakan wadah gagasan tentang arsitektur dalam konteks keseharian dari kelas “Keseharian & Arsitektur” sejak tahun 2008 di Departemen Arsitektur Universitas Indonesia.

Berbagai gagasan tentang everyday + architecture dalam blog ini terdiri dari:

1. Refleksi terhadap sebuah wacana, teori ataupun pandangan yang berkaitan dengan keseharian dan arsitektur.

2. Rekaman kasus yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari, serta pembahasan tentang kasus tersebut dalam kaitannya dengan wacana arsitektur dan keseharian.

3. Rekaman eksplorasi yang dilakukan – observing, re-reading, re-interpreting – dalam upaya memahami wacana arsitektur dan keseharian.

04
Jan
14

Penggunaan Motif Dalam Interior

Ugly menurut kami adalah sesuatu yang tidak bisa dinikmati secara visual pada hal –hal  yang mungkin sebenarnya tampak indah atau bisa menjadi indah sehingga dapat mempengaruhi fungsinya. Lebih jauh lagi, ruang – ruang seperti ini tidak bisa difungsikan menurut konteksnya secara maksimal.  Dalam hal ini juga, yang kami maksut adalah beauty bukan berarti good.

Penekanan kami adalah dalam penggunaan motif dalam interior. Ruang – ruang ini kami gambarkan dengan penggunaan – penggunaan motif dan, bentuk yang sebenarnya terlihat “wah” namun karena tidak dikomposisikan dengan baik, bahkan cenderung berlebihan, sehingga merusak pandangan dan mempengaruhi kenyamanan mata seperti mata cepat lelah atau bahkan terda-pat efek pusing. Ekstrimnya, ruangan ini dapat mempengaruhi manusia untuk memilih tidak untuk memasukinya. Walaupun, jika dilihat dari elemen lainnya (furnitur, dimensi, dll) sebenarmya, ruangan ini dapat difungsikan.

Untuk merepresentasikannya kami membuat 2 gambar.

Gambar pertama adalah gambar ruang makan sebuah restraurant. Dilihat dari elemen furniturnya, nampak beberapa meja dan kursi yang mana sudah dapat mencukupi untuk kegiatan makan. Namun, karena penggunaan motif garis – garis pada keseluruhan ruangan, motif yang dibentuk makin lama – makin kecil sehingga membuat ilusi seperti masuk kedalam, serta penggunaan warna putih & kuning, ruangan ini menjadi tidak bisa dinikmati oleh mata, nyaman dan membuat manusia ingin cepat – cepat pergi.

Gambar kedua adalah gambar sebuah ruang rias. Berbeda dari sebelumnya, ruangan ini menggunakan banyak motif dan menggunakan warna hitam dan putih. Ruangan ini terlihat begitu ramai, tidak ada satu elemenpun yang tidak bermotif. Jika dilihat per motif, motif – motif ini sebenarnya terlihat “cute” (cute,1.attractive, especially in a dainty way; pleasingly pretty: a cute child. 2. appealing and delightful; charming | http://dictionary.reference.com/), namun pengunaan semua motif menjadi satu, membuat mata menjadi tidak nyaman, manusia bisa pusing melihatnya apalagi jika berlama-lama.

Penggunaan motif sebenarnya baik – baik saja dalam interior, namun, penggunaan motif yang tidak tepat tentu dapat mempengaruhi ruangan, tidak hanya dari segi visual, namun juga kenyamanan serta psikologis manusia di dalamnya.

Ayu Putri Fadhilah

Febby Diasry Nesita

Stenly Lim

04
Jan
14

Ugly & Uglyness Dari Segi Konteks Sosial & Budaya

portfol

Frasa yang kami pilih adalah “konteks sosial budaya”. Konteks sosial budaya ialah pandangan yang tergantung pada kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut masyarakat, sedangkan bila melihat konteks sosial budaya didalam ruang adalah bagaimana ruang berfungsi menurut nilai-nilai yang dianut si pengguna ruang, salah satu contoh yang kami ambil adalah seorang klien wanita betawi berusia 20 tahun yang masih menjunjung tinggi adat istiadat (nilai sosial & budaya), tinggal di jakarta. Ia meminta kami untuk mendesain sebuah kamar mandi dirumahnya.

Kami membuat sebuah tempat untuk mandi yang terbuka sehingga klien dapat melihat pemandangan indah sambil mandi, begitu pula orang dari luar dapat melihat aktivitas di tempat mandi, menghirup udara segar dan mengamati aktivitas orang yang sedang menanam di sekitar rumah.

maket 1
maket 2

Jika dilihat dari segi sosial budaya si klien, desain ini menjadi ugly bagi klien. Tingkat privasi klien yang berbeda dari orang lain, menjadikan desain kamar mandi tidak nyaman bagi klien, tempat mandi yang terbuka membuat klien risih & malah enggan untuk mandi walaupun dapat menikmati pemandangan yang indah.

Kelompok:

Ayu Pratitha

Gabriela Jennifer

Valencia Tandy

04
Jan
14

UGLY KITCHEN // ketika dapur seorang chef menjadi tidak bisa berfungsi

UGLINESS BERDASARKAN KONTEKS JAMAN

Dewasa ini, membludaknya jumlah penduduk dan terbatasnya ruang yang tersedia menjadi suatu isu yang sedang ramai dibicarakan. Sehingga di jaman ini, efektivitas ruang adalah yang paling dituju bagi kelangsungan hidup manusia.

Untuk kebutuhan ruang  yang dituju pada poin efektivitas yakni ruang yang memiliki fungsi maksimal dan optimal tetapi dengan ruang yang seminim mungkin, namun tetap ergonomis.

Jadi, di zaman ini, kami menghadirkan ugliness tersebut dalam desain sebuah ruang yang cukup vital,  yaitu dapur. Dimana kami membuat ruang tersebut menjadi sangat tidak efektif. Bisa dibilang kami ‘memboroskan’ ruang. Yang pertama kami lakukan yaitu merancang elemen-elemen dapur dengan ketidak jelasan order pada ruang. Storage, titik api, dan titik air dibuat berantakan (bahkan dapur ini tidak memiliki tempat persiapan maupun tempat sampah. Lalu elemen berupa peralatan dapur dibuat dengan tidak memperhatikan prinsip ergonomi (sangat pendek atau sangat tinggi).

Hal-hal tersebut membuat ruangan ini menjadi tidak nyaman sebagai dapur. Bahkan tidak dapat difungsikan. Sehingga menurut kami ini melanggar sifat efektivitas yang menjadi kebutuhan di jaman ini.

Gambar 1:  Skenario Ugly Kitchen

MENGAPA DAPUR?

Dapur adalah salah satu jenis ruang yang sangat membutuhkan order yang jelas. Selain itu dapur (hampir selalu) harus dibentuk dengan sangat memperhatikan aspek fungsional dan ergonomi.

CLIENT PROFILE

Seorang koki mancanegara. Ia biasa muncul di TV membawakan acara masak. Tentunya dia sudah biasa bekerja di dapur yang profesional, lengkap dan tepat (baik secara ergonomi maupun order)

Gambar 2: Denah dan Perspektif Ugly Kitchen

Pada gambar diatas, dengan melihat denahnya saja pun kita dapat mengatakan bahwa Dapur ini tidak baik. Dapur ini tidak dapat berfungsi. Dapur ini… JELEK!! UGLY!!

Kompor yang berada dibawah, membuat kita tak bisa memakainya dengan nyaman. Kursi yang terlalu tinggi, tidak jelas untuk apa dia disitu. Bahkan untuk menduduki kursinya kita perlu berjuang memanjatnya. Meja penyimpanan yang tidak jelas peletakannya dan bahkan menghalangi alur sirkulasi.

Gambar 3: Kolase Ugly Kitchen

Kami lalu berimajinasi lebih liar lagi dengan membuat kolase. Peletakan dibuat tidak beraturan. Dimensi furnitur dan elemen lainnya dibuat sembarangan. Keefektifan ruang yang dewasa ini menjadi perhatian kini diabaikan. Dapur yang selama ini dibuat ‘bersih’ pun kini dibuat menjadi kotor dan usang dengan langit-langit, dinding, dan lantai yang kotor, tua, dan usang. Hal ini menambah sifat ugly pada dapur.

KESIMPULAN

Efektivitas pada ruang dewasa ini adalah hal yang sangat diperhatikan. Dengan sedikitnya ketersediaan space membuat hal-hal yang terjadi di dalam space tersebut haruslah efektif. Ruang-ruang pun biasanya memiliki order yang rapih agar sistem didalamnya berjalan dengan baik (fungsi sebuah ruang dapat berjalan dengan baik). Ergonomi pun merupakan faktor yang sangat penting dalam terwujudnya kenyamanan pada ruang sehingga sistem didalamnya berjalan lancar.

Dengan mengabaikan faktor-faktor diatas, yaitu membuat order pada ruang tidak terlihat jelas, furnitur tidak ergonomis, ruangan menjadi tidak efektif. Dan parahnya lagi, ruangan tidak dapat berfungsi. Hal inilah yang membuat ruang tersebut menjadi UGLY.

Oleh:
Sarah Dwidara Eva Jelita
Shanti Amelia Purnomo
Thaza Theresia Georly

04
Jan
14

“ugly” Architecture Studio

Setiap orang memiliki pengertiannya sendiri mengenai “ugly”, banyak faktor yang dapat mempengaruhi seseorang terhadap sesuatu sehingga muncul penilaian baik dan buruk. Kelompok kami mendapatkan keyword untuk membahas ugly, yaitu komposisi dan adanya pembanding.

Jika membahas komposisi maka akan berkaitan dengan proporsi, ritma, irama, kesatuan, keseimbangan, kontras, point of interest, keselarasan dan lainnya. Seseorang dapat menilai sesuatu itu ugly atau tidak juga bisa karena faktor-faktor tersebut. Biasanya orang akan menilai “ugly” saat komposisiya tidak seimbang, hal ini berpengaruh pada visual sesorang hingga mempengaruhi kenyamanan seseorang bila menyangkut ke fungsi. Orang menjadi tidak suka melihatnya atau tidak suka menggunakannya karena dianggap “ugly” baik secara visual ataupun kegunaan.
Penilaian “ugly” juga muncul dari faktor adanya pembanding. Benda yang satu dibandingkan dengan yang lain. Yang satu dianggap lebih bagus hingga yang satu lagi dianggap tidak bagus. Tentunya hal-hal pembanding itu merupakan sesuatu yang subjektif.
Dari yang kita ketahui, ruang studio perancangan haruslah merupakan tempat yang nyaman untuk para mahasiswa. Penataan ruang dan desain yang membuat mahasiswanya merasa nyaman. Namun berbeda dengan ruang studio perancangan arsitektur yang kami rancang. Kami membuat design ruang studio dengan konsep dasar ugly, karena bisa dilihat dari komposisi yang ada pada desain ini sangat tidak seimbang, tidak nyaman secara penggunaannya dan tidak enak dilihat secara visual.
Kami membuat studio dengan ukuran 10m x 9.7m dengan tinggi 2m. Layout kursi dan meja yang tidak beraturan. Tinggi meja dan kursi yang tidak ergonomis (kursi sangat pendek apabila dibandingkan dengan mejanya). Terlihat antara warna lantai dan warna dinding yang perpaduannya tidak sesuai. Peletakkan ubin yang tidak beraturan (ada yang berbeda warna di bagian tertentu). Selain itu pintu yang engselnya terdapat dibagian atas sehingga menyulitkan orang yang akan membuka atau menutup. Dan juga jendela yang dirancang dengan komposisi yang tidak beraturan dengan warna kaca kuning yang warnanya dapat membuat mahasiswa di dalamnya tidak nyaman.
Kembali lagi bahwa penilaian seseorang merupakan sesuatu yang subjektif, komposisi yang menurut kami ugly belum tentu ugly menurut orang lain. Hal ini juga berlaku dalam membandingkan sesuatu.

ugly 1
ugly 2
ugly 3

(klik pada gambar untuk memperbesar)
 Kelompok:
Audentya Widoretno | Frist Sunarta | Reza Kahvi
30
Dec
13

Melihat Ugliness dalam Perspektif Orang Normal dan Penderita Tritanopia

Ugly – Ugliness

Melihat Ugliness terhadap Ruang dalam Perspektif Orang Normal dan Penderita Tritanopia

Arie Ardiningrum – Fitria Setyawati – Nadita Amalia

Menurut kelompok kami salah satu aspek yang mempengaruhi ugliness yaitu perspektif/sudut pandang. Kita bisa melihat sesuatu itu ugly tergantung dari sudut pandang siapa atau sudut pandang mana kita melihatnya. Studi kasus yang kami ambil adalah dengan menilai ugliness dari ruang untuk penderita buta warna. Warna merupakan salah satu elemen yang mempengaruhi kualitas suatu ruang. Warna yang ditangkap oleh mata orang normal berbeda dengan apa yang ditangkap oleh penderita buta warna. Dalam studi kasus kami, pengguna ruang merupakan penderita buta warna tritanopia.  Dibawah ini merupakan palet warna yang ditangkap mata orang normal dan penderita tritanopia.

Kami mencoba menggambar sebuah ruang tidur yang sederhana. Warna yang kami pilih sebagai pelapis seluruh dinding kamar adalah kuning neon. Bagi mata orang normal, warna ini tidak enak dipandang. Warna kuning neon yang terdapat pada dinding ruang tidur ini terlihat sebagai sebuah error. Warna ini melapisi seluruh pembatas ruang, bukan hadir hanya sebagai aksen atau pattern-pattern dekoratif. Dalam pikiran kita, kita sudah memiliki acuan bagaimana sekiranya sebuah warna kamar tidur, namun ketika yang muncul adalah warna yang kurang nyaman di mata ini, maka otak kita berpikir bahwa warna tersebut tidak seharusnya muncul sedominan itu di sebuah ruang khususnya ruang tidur, ruang untuk beristirahat.

Sedangkan jika kita lihat dari sudut pandang si penderita buta warna, ruang tersebut tidak terlihat ugly karena warna yang ditangkap oleh mata mereka berbeda dengan apa yang orang normal lihat. Penderita buta warna akan melihat warna kuning neon sebagai warna krem, warna yang lebih lembut dan natural. Jadi kehadiran warna ini pada seluruh dinding kamar akan terlihat sebagai suatu komposisi nyaman di mata untuk sebuah ruang tidur,

Studi kasus ini merupakan salah satu contoh mengenai bagaimana sudut pandang menentukan bagaimana kita melihat ugliness dari sebuah ruang, jika kita memandang suatu ruang dari sudut pandang subjek yang berbeda maka impresi mengenai beauty/ugly yang hadir pun akan berbeda pula.

ugliness tritanopia

17
Dec
13

Ugly as Unpleasant

Kata kunci yang kami pilih untuk membantu mendefinisikan sekaligus membuat ruang yang ugly adalah unpleasant. Kata unpleasant ini diwakili menurut indera (sense). Baik itu indra penglihatan, penciuman, perasa, dsb yang dapat mendeskripsikan unpleasant tsb.

Kami mendefinisikan kata unpleasant sebagai sesuatu yang subjektif, yang berarti berbeda-beda individu memiliki penilaian yang berbeda akan sesuatu yang unpleasant menurut pemahamannya masing-masing. Untuk itu, terlebih dahulu kami memulai dengan membangun pemahaman tentang sesuatu yang unpleasant tsb, untuk menjawab rumusan masalah tentang, “Apakah yang membuat sesuatu itu menjadi unpleasant?”. Berikut akan dijelaskan melalui beberapa tools yang mendukung pencarian tsb.

Gambar 1. Kolase: “Unpleasant things (?)”

Seperti yang dapat dilihat pada kolase di atas, terdapat objek-objek yang tidak menyenangkan (unpleasant) menurut indera. Bermula dari kloset, belatung, sampah, kambing, bangkai, bau busuk, roti berjamur, ekspresi wajah yang buruk, dsb, yang kita kenal sebagai sesuatu yang (umumnya) adalah tidak menyenangkan, baik itu ditafsirkan menjijikan, memuakkan, mengganggu pandangan, bau. Namun demikian, selain objek-objek umum tentang unpleasant tsb, ditemukan pula objek-objek yang bisa jadi ditafsirkan unpleasant/tidak oleh individu tertentu saja. Misalnya sayuran, bagi orang yang tidak senang dengan sayuran, akan melihat hal tsb sbg sesuatu yang unpleasant, tetapi tidak dengan orang yang suka makan sayuran. Begitu pun dengan masakan italia, bagi yang tidak familiar dengan rasanya. Bawang merah yang dipandang tidak menyenangkan bagi orang yang tidak biasa bekerja di dapur, lain halnya dengan ibu rumah tangga. Anak kecil lucu yang menangis, katak yang bermotif cerah, dll. Tidak semua orang memiliki pendapat yang sama mengenai sesuatu yang unpleasant ini.

Kami juga melakukan pencarian tentang, apakah yang membuat unpleasant ini menjadi subjektif? Apakah sesuatu yang umumnya di-judge sebagai unpleasant” itu (kotor, tidak beraturan, dll) selalu mutlak bersifat “unpleasant”?

Gambar 2. Unpleasant Experience (?): (both) Dirty & Messy, What’s the difference?
Gambar 2. Unpleasant Experience (?): (both) Dirty & Messy, What’s the difference?

Gambar-gambar di atas menunjukkan bahwa dalam konteks experience dalam keseharian, tidak semua sesuatu yang kotor & tidak beraturan itu selalu diidentikkan dengan unpleasant. Bisa jadi, sesuatu yang secara visual unpleasant, justru secara feeling, sesuatu tersebut pleasant bagi yang mengalaminya. Sampah berserakan yang kotor & tidak beraturan tidak sama dengan pengalaman bermain anak-anak yang bermain kotor-kotoran dan berantakan. Secara visual, keduanya termasuk kotor & tidak beraturan, tetapi secara feeling, bagian kedua bukan merupakan unpleasant experience, karena terdapat unsur keceriaan di dalamnya.

Berdasarkan hal tersebut lah, kemudian kami akan membuat sesuatu yang unpleasant yang tidak hanya dari segi visual saja, tetapi juga dari segi feeling. Hal inilah yang kemudian akan kami hadirkan melalui media-media yang kami buat.

Berdasarkan pemahaman tentang unpleasant sebelumnya tsb, kami sepakat membuat ruang “ugly” yang tidak hanya bersifat unpleasant dari indera saja (sense), tetapi juga dari segi experience, yaitu dimana ruang yang kami buat ini terkesan unpleasant baik secara visual maupun feeling. Ruang tersebut kami deskripsikan dengan media sketsa & maket.

Bagian yang penting dari maket visualisasi ugly as unpleasant ini tidak hanya berupa hasilnya saja, tapi proses bagaimana membuat media ini sehingga dapat dikatakan sesuatu yang ugly adalah penting juga. Dari proses tersebut lah dapat disimpulkan bahwa hasil-hasil media yang kami buat adalah sesuatu yang memang ugly.

Gambar 4. Sketsa ugly as unpleasant
Gambar 4. Sketsa ugly as unpleasant

Sebagaimana dengan pengertian yang kami bangun mengenai bagaimana sesuatu itu dapat dikatakan unpleasant (melalui contoh kasus & kolase yang kami paparkan sebelumnya), sketsa ini pun kami buat menurut pengertian tsb. Sebelum proses pembuatan sketsa ini, kami selalu memikirkan “bagaimana menghadirkan sesuatu yang unpleasant itu?”, sehingga objek demi objek yang kami hadirkan dalam sketsa ini merupakan objek-objek unpleasant terpilih, yang kemudian jika dilihat sebagai satu kesatuan, objek-objek tersebut akan membentuk sebuah cerita besar, yang kemudian mengkonstruksi sebuah ruang yang unpleasant. Karena sebuah experience akan terbentuk hanya jika ketika objek-objek tsb berada dalam sebuah satu kesatuan ruang (space) dan membentuk sebuah cerita di dalamnya. Urutan proses pembuatan sketsa ini adalah pertama-tama, kami membuat objek-objek yang menurut kami unpleasant ketika diletakkan, seperti sampah, binatang yang menjijikan maupun yang tidak kita sukai, seperti kecoak, ular, kelabang, cicak, kucing, dll yang tergambar dalam sketsa tsb. Tidak hanya sampai di situ saja, agar dapat menghadirkan sebuah cerita, kami memikirkan “bagaimana kemudian objek-objek tsb dipresentasikan?” lantas kami pun kemudian memikirkan, “bagaimana  keadaan objek terlihat?” sehingga yang tergambar adalah cara bagaimana objek-objek tsb dihadirkan di dalam gambar, ada yang tumpah, ada yang berserakan, ada yang miring, dan ada yang seharusnya tidak berada di situ. Tidak hanya berhenti di bagian visualnya saja, kemudian kami pun memikirkan “bagaimana agar objek-objek tsb membentuk sebuah scene yang menggambarkan unpleasant experience di situ?” terdapat dimensi keruangan dan kemungkinan cerita dibalik itu yang mengkonstruksi sesuatu yang unpleasant, yang tidak hanya dihadirkan melalui objek-objek unpleasant yang berdiri sendiri saja, tetapi juga “bagaimana kemudian objek-objek tsb dapat dilihat sebagai sesuatu yang unpleasant baik secara visual maupun feeling?”. Dari sana lah kemudian kami menambahkan konteks, ruang apakah ini? Dan siapa yang berada di situ?. Sehingga sketsa tersebut dilihat sebagai sesuatu yang memang unpleasant baik dari segi fisik maupun feeling. Yaitu seorang bayi yang menangis karena tidak nyaman berada dalam keadaannya (sedang  pipis dan berada di dalam ruang dapur yang kotor, bau dan berantakan). Tidak hanya unpleasant menurut kita pengamat, tetapi juga unpleasant menurut keadaan bayi tsb. (Gambar 4)

Begitu pun dengan maket ugly yang kami buat, prinsip ugly as unpleasant (berdasarkan pencarian kami), tetap menjadi dasar dalam proses pembuatan maket ini, sehingga dihasilkan lah sebuah unpleasant experience yang terdeskripsikan melalui maket hasil rancangan ruang ugly yang terbentuk dari proses-proses yang  juga ugly (objek-objek unpleasant), jemuran tak beraturan, pakaian yang bernoda karena tidak pernah diangkat, kursi yang sudah rusak, meja dengan taplak kotor karena tidak pernah dicuci, dinding yang juga penuh dengan kotoran cicak, berikut sarang laba-laba di sana sini, menceritakan sebuah unpleasant experience, dimana tidak ada experience yang terlihat di dalamnya (ruang yang sudah ditinggalkan penghuninya).

Gambar 5. Maket ugly as unpleasant

Kelompok:

Alfoadra Zamdekha

Andy Tanjung

Nisa Zakiah

11
Dec
13

Ugly & Ugliness Dari Segi Tampak

Ade Amelia
Ana Fitriyani
Destiana Ritaningsih
Indah Amalia Hasan

Keyword yang diambil oleh kelompok kami adalah tampak. Yang kami maksud sebagai tampak adalah sesuatu yang langsung dapat kita nilai ketika kita melihatnya. Tampak ini lebih kepada hal yang terdapat pada permukaan, sesuatu pada “first layer”, yang didapatkan sebsgai kesan pertama.

Untuk memudahkan dalam merancang ruang, kami memilih satu anggota grup kami sebagai klien. Kami membuat rincian hal-hal yang menurutnya ugly, yaitu sebagai berikut

– Sesuatu yang secara susunan (untuk benda, furniture, dan lainnya) tidak enak dipandang, tidak tertata sesuai kategori (misalnya), serta ada yang bentuknya aneh.

– Bukaan untuk pencahayaan dan penghawaan kurang memadai (misalkan sebuah ruang tanpa jendela)

– Secara warna, ada warna-warna yang bertabrakan/ kontras (misalnya pertemuan warna orange dan kuning), serta warna yang tidak disukai (pink).

– Mengingatkan akan sesuatu yang dibenci, misalnya hewan kodok.

Berdasarkan hal tersebut kami memutuskan untuk mengambil 3 unsur yang membuat klien memiliki ekspektasi akan sesuatu yang “ugly”. Yang pertama adalah “bentuk” yang abstrak, sehingga ketika “tersusun” secara tidak teratur akan menimbulkan sesuatu yang kurang nyaman bagi klien. Selain itu, kami memanfaatkan persepsinya tentang sesuatu yang klien benci, misalkan kodok. Sesuatu yang menggelikan menurut klien kami diabstraksikan menjadi ruang dengan bentuk dan tatanan yang tidak nyaman/ tidak diprogram dengan baik.

Lendir sebagai sesuatu yang nampak begitu menjijikan bagi klien kami sehingga kami fokus untuk menjelajah lendir tersebut sebagai kualitas ruang yang mengganggu pada saat klien merasakan pengalaman ruangnya. Kami mencoba membuat maket yang diipenuhi lendir-lendir sebagai media yang diharapkan akan menimbulkan kesan tidak nyaman dan keterbatasan dalam gerak. Percobaan aplikasi ugly terhadap pengalaman ruang yang disimulasikan pada maket kami menerangkan bahwa dengan ketidaknyamanan yang hadir sebagai lilitan lilitan dari lendir tersebut. Ugly di sini hadir dari sebuah tampak yang kemudian dampaknya tidak hanya sampai pada nampaknya, tapi juga pengalaman ruang yang menyulitkan posisi klien sebagai korban dari ruang tersebut.

deskripsi ugly

Eksplorasi

3D Model Making Process

30
Nov
13

Ugly for you, not us

Pengertian ugly dalam kelompok kami terdiri dari dua keywords, yaitu kriteria dan offensive.

Bagi kami sendiri kriteria adalah tolak ukur dari suatu subjek dengan suatu ruang agar ruang ini dapat memenuhi tujuan subjek tersebut. Ketika tujuan tersebut tidak terpenuhi dengan baik, dia akan melanggar tolak ukur yang sudah ditentukan sehingga tujuan tersebut tidak tercapai dengan maksimal. Kondisi ini yang menjadi dasar definisi keyword ugly yang lain, yaitu offensive. Offensive dalam ugly adalah dimana subjek merasa tidak terpenuhi tujuannya dengan maksimal karena ruang yang dialaminya tidak sesuai dengan tolak ukur subjek tersebut.

Dari definisi dua keywords di atas, kriteria dan offensive maka kita akan menskenariokan klien kami dengan membuat sebuah ruang yang “ugly” bagi klien tersebut. Klien ini kita pilih dengan ciri-ciri yang berbeda dengan manusia pada umumnya dari segi ukuran tubuh. Sehingga dia memiliki kriteria yang lebih spesifik dari biasanya. Klien kami adalah seorang wanita yang bertubuh tinggi besar, dan gemuk. Tingginya mencapai 180 cm dengan bobot 120 kg. Dia ingin membuat sebuah café, selain sebagai pemilik ia juga akan membantu melayani pelanggan karena kondisi bisnis yang baru berjalan sehingga masih memiliki sedikit pegawai. Di sini kriteria yang diangkat adalah dari segi ukuran tubuh klien. Tentunya dengan ukuran tubuh yang besar, dia pasti memiliki kebutuhan dimensi ruang yang juga berbeda dibanding  standar ukuran pada umumnya.

Kafe yang kami desain ini dibuat berdasarkan dimensi ruang untuk standar manusia pada umumnya. Dengan adanya perbedaan yang timbul dari ukuran tubuh klien dibandingkan dengan ukuran standar tubuh manusia biasa, tentunya ada hal-hal yang menjadi tidak memenuhi tujuan, yaitu tujuan klien yang ingin ikut melayani customer. Ukuran kafe seperti sirkulasi, furniture, ketinggian, dan lain-lain tentunya dapat dilewati oleh standar manusia biasa, namun lain halnya dengan si klien. Ruang ini menjadi lebih sempit bagi klien. Hal inilah yang menjadikan kafe ini “ugly” bagi klien dalam keyword yang sudah kami sebutkan, yaitu offensive.

Image and video hosting by TinyPic
Image and video hosting by TinyPic

ANGGIE DWI FEBIYANTI | SITI BARARAH NURHAQIYATI | SITI FITRIYANTI

27
Nov
13

Out of Context | Ugly

Ugliness Design: Igloo pada daerah tropis

Ugliness design kami artikan sebagai desain yang tidak disukai dan hadir akibat ketidaksesuaian konteks maupun pengalaman yang nantinya dihadirkan didalam ruang tersebut. Dari sekian banyak pilihan tema, kami memilih tema konteks wilayah dengan spesifikasi cuaca/iklim.

Konsep yang kami ambil adalah menghadirkan “igloo” di daerah tropis yang sebenarnya dibuat untuk menghangatkan diri di daerah kutub.

[Skenario] Kami memiliki klien yang menginginkan sebuah ruang dengan fungsi untuk bersantai di tempat terbuka, namun bisa terhindar dari kebisingan yang ada di sekitar. Sebisa mungkin desain yang kami buat memiliki first impression yang kuat untuk menarik minat pengunjung, namun pada akhirnya pengunjung justru merasakan ketidaknyamanan ketika sudah lama berada di dalam ruang tersebut.

Bentuk ruang sengaja dibuat menyerupai igloo dengan diameter 3 meter dan tinggi 1,5 meter, muat menampung 1-2 orang. Bentuk tersebut dipilih untuk nantinya berfungsi menyekap udara yang ada di dalam ruang sehingga ruang menjadi panas dan akhirnya pengguna merasakan ugliness karena “kecatatan” desain yang tidak kontekstual dengan iklim di Indonesia. Untuk menarik perhatian pengunjung, ruang sengaja dibuat transparan dengan material plastik bening dan rangka tipis, agar dapat mengajak pengunjung datang dan masuk, dimana didalamnya disediakan sebuah chusion untuk menghadirkan kesan cozy.

 

FARADIKA AYU | STELLA AJENG | YOHANA P. F. S.

27
Nov
13

Ugly and Ugliness – Ugly Architecture

Ugly Architecture

Kelompok:

Sarah Dwidara Eva Jelita
Shanti Amelia Purnomo
Thaza Theresia Georly

27
Nov
13

Ugly Project: Empty Plain Room

Tugas                          : Merancang ruang/objek ugly dengan pendekatan sesuai keyword yang dipilih

Keyword                      : taste, sense

Author                         : Fathiyah Nur Fadhilah, Syifa Annisa, Taufiqul Hafizh

Sebelum memulai penjabaran desainnya, kita mulai dengan ini dulu:

Gambar 1. Kombinasi Foto 1

Gambar 2. Kombinasi Foto 2

Apa komentar kita setelah melihat gambar ini?

Aneh? Ngga sesuai?

Jelek?

Pernah denger kalimat ini?

“Ih kok ini jelek sih?”

“Ih aneh. Ngga cocok.”

“Ih jelek.”

Sering ngga sih kita menemukan kejadian di atas? Ketika ngeliat/menemukan hal yang tidak sesuai dengan apa yang kita prediksi, apa yang biasanya kita pahami, dan lain sebagainya. Sesuatu yang berbeda, dan  kayaknya bermakna negatif dan cenderung dihindari.

Sebenernya apa sih yang ngebikin orang-orang berpikir gitu? Kenapa sih kesannya segitunya sama kata “jelek”? Mari kita (Fath, Syifa, dan Hafizh) tela’ah.

Gambar 3. Diagram Hasil Diskusi: Bagaimana Proses Pendefinisian Terjadi

Dari sebuah kondisi (context), kita secara otomatis mendefinisikannya sebagai jelek dan bagus. Pendefinisian tersebut dipengaruhi parameter (dipengaruhi sense dan taste) yang ‘ternyata’ sudah banyak dipengaruhi oleh hal-hal disekitar kita, seperti ketentuan budaya, aturan agama, pengalaman yang dialami, kebiasaan sebuah masyarakat, bahkan hingga kultur kompetisi yang menciptakan definisi jelek untuk kalah, dan bagus untuk menang.

Dari pendefinisian tersebut, terciptalah pelabelan atas sesuatu hal sebagai jelek, atau bagus.

***

Lalu kita berpikir: kalo selama ini parameter menjadi hal yang berpengaruh besar, gimana kalo kita mengubah parameter tersebut? Dengan tugas ini.

Gambar 4. Diagram Hasil Diskusi: Mengubah Parameter

Parameter:

Tugas                    : Ciptakan ruang/objek ugly dengan pendekatan sesuai keyword yang dipilih.

Achievement   : Menciptakan ruang/objek ugly

Failure             : ruang/objek yang diciptakan not ugly

Dengan begitu, ketika kita mencapai goal dari tugas ini (membuat ruang/objek ugly) maka kita mendapat definisi berhasil/not ugly. Sedangkan jika kita gagal membuat ruang/objek yang jelek, maka kita gagal/ugly.

Dari hasil analisa tersebut, kami menganalogikan sebuah pameran “menampilkan hasil karya ruang/objek jelek”. Setiap kelompok berupaya menampilkan karya paling bagus (ruangan/objek paling jelek) supaya dipandang berhasil/not ugly.

Namun di pameran tersebut kita memilih untuk menampilkan ruang kosong yang bersih. Perbedaan yang cukup ekstrim antara jenis ruang/objek jelek yang ditampilkan peserta lain dengan apa yang kita tampilkan menciptakan definisi ‘karya yang tidak sesuai dengan goal’ karena terlalu rapi dan bersih.

Dengan begitu, terciptalah sebuah karya ‘ugly’.

antara ada dan tiada everyday

26
Nov
13

ugly; in between disorder and stereotype

Sebelum mendeskripsikan definisi ugly menurut kami, terlebih dahulu akan dibahas definisi beauty. Berdasarkan hasil diskusi, yang dapat disebut sebagai beauty adalah hal – hal yang disusun mengikuti order. Sedangkan order itu sendiri berasal dari nilai –nilai yang beredar luas dan dianut oleh suatu masyarakat. Sehingga di dalam masyarakat tersebut terbentuk stereotype mengenai apa yang disebut sebagai beauty. Sesuatu yang dianggap ugly berarti hal – hal yang tidak termasuk/ berlawanan dari stereotype yang ada di masyarakat dan tidak ada order yang dipakai untuk menyusunnya.

Kami mencoba mendefinisikan ugly dalam sebuah ruang, yang cara penggambarannya dilakukan dengan cara menggilir kertas dan menggambarkan ugly space secara bergantian karena menurut kami, disorder terbentuk secara spontan, tidak terpikirkan. Pertama – tama kami membentuk ruangannya terlebih dahulu, kemudian muncul intervensi yang datang dari anggota kelompok lain.

– Bentuk ruangan dibentuk dengan dinding yang tidak beraturan, tidak bersudut kaku.
– Tanaman yang tumbuh masuk ke dalam bangunan.
– Jendela pada umumnya terletak di dinding, dan menghadap keluar. Pada ugly space ini kami meletakkan jendela di lantai, dan digunakan untuk melihat tanah.
– Kolom ditambahkan persis di depan pintu dan menghalangi akses keluar masuk ruangan.

Dalam ugly space ini terdapat kamar mandi, namun tidak dapat diakses dan digunakan karena ruangan kamar mandi tersebut tidak memiliki pintu.
Penambahan pintu pada salah satu dinding, namun apabila pintu tersebut dibuka hanya terdapat dinding lagi, bukan berupa bukaan keluar.

Setelah gambar tersebut selesai/ disudahi, kami merasa ruang tersebut memang ugly, tetapi terdapat kemenarikan tersendiri. Menarik disini karena kami menemukan cara mendesain yang tidak biasa, yaitu berusaha untuk melawan mindset desain yang terbiasa untuk membuat sesuatu yang baik/ bagus.

Kami juga menganggap ruang ini menarik karena masih dapat diterima oleh kami, seperti dinding yang dibuat masih berfungsi seperti dinding pada umumnya. Tetapi jika ruang ini akan digunakan, misalnya sebagai ruang tinggal, maka ruang ini memang benar – benar ugly dan tidak dapat berfungsi dengan baik. Lain halnya jika ruang ini digunakan sebagai sebuah exhibition hall, mungkin akan terlihat lebih menarik.

Anindita Rahmadhanisa – M. Ridho Zul Ikhwan – Mukrima Fauriska Djawaru

26
Nov
13

Proses keseharian yang membentuk Ugly

Ugly adalah sesuatu yang tidak enak dipandang mata, sedangkan persepsi (kata yang dipilih) adalah proses stimulus yang diterima oleh panca indera dan diproses otak kemudian diinterpretasikan.

Membahas ugly bisa jadi terkait dengan estetis. Apa itu estetis?

Estetis adalah salah satu cabang filsafat. Secara sederhana, estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Terdapat berbagai macam estetis tergantung pada konteksnya, sehingga hal itu mengacu juga untuk yang bagaimana yang disebut sebagai ugly.

Sesuatu yang memiliki aturan (order) seperti proporsi, golden section, grid, dan sebagainya sering dikatakan sebagai sesuatu yang bersifat IDEAL. Padahal itu aturan siapa? Intinya, suatu aturan tentang estetis baik dari barat maupun dari Indonesia sendiri akan menjadi acuan pada konteks setempat untuk mencapai suatu kondisi yang ideal.

Selama ini orang mendambakan dan membuat aturan untuk mencapai kesempurnaan atau kondisi ideal, namun, sering kali kondisi ideal itu tidak tercapai pada keseharian kita. Walupun begitu orang-orang akan tetap mencoba mencapai parameter ideal tersebut karena estetis itulah yang biasanya memiliki aturan.

Sedangkan dalam hal ugly, biasanya parameter ugly itu tidak ada, yang ada adalah parameter estetis yang menjadi salah satu pandangan orang untuk mencapai kondisi ideal, Ketika kondisi ideal itu menurun maka akan muncul UGLY. Maka, bisa jadi juga Ugly akan terjadi secara tidak diatur, dan itu dapat dilihat pada kejadian sehari-hari kita.

Cukup banyak aturan yang terasa dilanggar, akhirnya terjadilah hal yang tidak terwujud secara estetis. Salah satu contohnya seperti penempatan sesuatu pada posisi yang tidak seharusnya. Hal-hal tersebut sangat banyak terjadi pada keseharian kita. Maka dari itu, kami mencoba mengambil contoh gambar ruang yang ugly berdasarkan sesuatu yang tidak teratur (pada tempatnya) yang terjadi di keseharian kita.

Ruang Kerja yang Berantakan
Ruang Kerja yang Berantakan

Cucian piring yang menumpuk (terlihat tidak rapi) dan tempat tidur yang berantakan
Cucian Piring yang Menumpuk dan Tempat Tidur yang Berantakan

Kondisi Studio yang Penuh Barang
Kondisi Studio yang Penuh Barang

Banyak terdapat barang-barang yang tidak sesuai tempatnya. Kondisi tersebut terjadi secara tidak direncanakan dan diperlukan waktu tertentu untuk mencapai kondisi tersebut (suatu proses).

Annisa Dienfitriah – Mu’awinatus Syar’iyah – Nurul Septianti

26
Nov
13

Ugly (Pernah bagus, overtime, jadi jelek dan Berbeda)

Ugly yang kami ciptakan berdasar pada dua kata kunci yaitu berbeda dan pernah bagus, overtime, jadi jelek. Kami melakukan eksperimen dengan menggambar sebuah bangunan yang dianggap ideal yaitu Kuil Parthenon. Pada masanya bangunan tersebut dianggap sangat baik karena menerapkan prinsip golden section. Tapi apakah pemahaman tersebut masih berlaku? Ternyata seiring dengan perkembangan zaman, terjadi perubahan pemahaman. Kini bangunan ideal bukan lagi sekedar menerapkan prinsip golden section, ada aspek-aspek lain yang menjadi parameter bangunan ideal.

http://www.youtube.com/watch?v=gcopWvs5oz8&feature=youtu.be

Kami menggambar bangunan tersebut dengan cara diluar kebiasaan. Menggambar dengan tangan kiri, kami menganggap cara tersebut berbeda. Secara spontan kami menggambar, tanpa menggunakan penggaris dan penghapus, apalagi prinsip golden section.Kemudian gambar diremas-remas dan diinjak. Kertas menjadi lecek dan kotor, gambar Parthenon semakin ugly.

Bangunan digambarkan seolah termakan waktu. Dinding yang retak, atap yang bolong, dan bangunan yang ditumbuhi lumut. Selain itu setting sekitarnya dibuat menyeramkan dengan pohon tumbang dan daun- daun yang rontok. Bangunan semakin terlihat ugly dan hanya menjadi ideal pada masanya. Ternyata waktu mempengaruhi ugly.

Untuk menambah ugly gambar tersebut, kami mengarsir dan mewarnainya. Teknik yang dilakukan berbeda, yakni mengarsir dan mewarnai dengan tidak teratur dan berantakan. Tidak mempedulikan gradasi dan komposisi. Hasilnya gambar yang kami buat menjadi semakin ugly.

Bhawika Sukma Pinesti | Nuvi Lailani Oktaferina | Widya Aulia Ramadhani

26
Nov
13

Ugly-Ugliness, “Fitting Room, Tertutup Tapi Terbuka”.

Ugly dan ugliness. Kedua kata tersebut merupakan suatu kata yang muncul karena di dalamnya mengandung sebuah unsur parameter dan fenomena. Parameter adalah suatu pembanding antara satu hal dengan hal lainnya untuk menemukan apa saja unsur-unsur ugliness dari suatu hal dan apakah hal tersebut dapat dikatakan ugly. Dengan adanya parameter, tercipta suatu fenomena, yaitu pemberian “label” ugly pada suatu hal. Ketika suatu hal dianggap jelek dengan parameter yang ada dan lingkungan terpengaruh oleh parameter tersebut serta ikut menganggapnya jelek, maka saat itu parameter dapat menimbulkan ugliness dan ugly dari suatu hal. Singkatnya, parameter menunjukkan ugliness dan pemberian “label” ugly adalah fenomena.

Dalam suatu kasus dimana klien meminta suatu desain ruang yang ugly. Kata kunci yang digunakan dalam merancang desain tersebut adalah “parameter” dan “fenomena” tadi. Contoh yang digunakan adalah suatu ruang yang memiliki fungsi khusus. Parameternya adalah baik jika ruang tersebut dapat memenuhi fungsi dengan semestinya dan jelek jika kebalikannya. Ruang yang kami rancang adalah fitting room.

Image

Fitting room yang kita kenal adalah fitting room yang tertutup dan berfungsi mewadahi penggunanya untuk dapat berganti baju dengan menjaga privasinya. Karena itu, fitting room biasanya tertutup dari luar ke dalam dan dari dalam ke luar. Terjaganya privasi dengan baik atau tidak merupakan sebuah parameter. Parameter ini juga diciptakan oleh fenomena yang terkait dengan moral masyarakat dimana privasi tubuh harus tertutupi dari publik.

Image

Fitting room yang kami rancang memiliki konsep yang tertutup, tetapi terbuka. Secara fisik tertutup, tetapi tidak menghalangi secara visual. Orang yang di dalam dapat melihat keluar begitu juga yang di luar dapat melihat ke dalam. Dengan begitu, parameter fungsi fitting room untuk menjaga privasi tidak terpenuhi dan membuat orang yang berganti baju di dalam menjadi tidak nyaman.

Ugly dapat terdefinisikan ketika unsur-unsur ugliness lebih terlihat dari pada unsur-unsur yang lain. Dengan kata lain semakin terlihat ugliness dari suatu hal, semakin membuat hal tersebut berpotensi menjadi ugly.

Image

 

Oleh Faris De Indonesia – Fidyani Samantha – Vania Dwi Amanda Surya

21
Nov
13

Violate The Body

Gambar 1. Diagram dan kolase

Ugly yang ingin kami hadirkan adalah dengan memasukkan dua unsur yang relatif yaitu terhadap waktu dan kegiatan. Kegiatan yang relatif disini mempunyai makna sebagai kegiatan yang ebrsifat subjektif sesuai kebutuhan masing-masing pengguna. Dalam kasus ini kami mengibaratkan kasus 5 orang penghuni yang  tinggal dalam satu ruang berukuran 3×4 m dan mengalamai perbedaan-perbedaan kebutuhan, yang menyebabkan space as extension of the body mereka saling bertemu dan overlap saat melakukan kegiatan yang relatif tersebut. Kegiatan yang bersifat relatif ini diinjeksikan secara paksa dalam ruang yang bersifat fixed sehingga akan terjadi rasa ketidaknyamanan pada indera manusia. Ruang inipun menjadi menyiksa bagi para penggunanya.

Percobaan dengan plastisin sebagai abstraksi dari gagasan kami:
Gambar 2. Perlakuan pertama
Gambar3. Perlakuan 3

Perlakuan pertama.

Berbagai macam kegiatan dan ruang yang dibutuhkan digambarkan melalui plastisin dengan beberapa warna dan ukuran. Ruang digambarkan melalui batasan-batasan solid dan tetap (fixed) berwarna putih. Kegiatan dimasukkan ke dalam ruang yang tetap tanpa penyesuaian. Ruang ternyata tidak mampu menampung berbagai kegiatan tersebut. Terlihat dari plastisin-plastisin yang keluar dari model ruang.

Kegiatan-kegiatan bertumpuk. Posisi berbagai kegiatan tersebut mungkin tidak sesuai dengan apa yang diharapkan pengguna. Ketidaksesuaian ini merupakan konsekuensi dari ketidakmampuan ruang, dengan batasan-batasan yang tetap itu, menampung seluruh kegiatan.

Tetapi, di antara kegiatan-kegiatan yang tidak disesuaikan itu, terdapat celah-celah kosong yang dapat dimanfaatkan. Kegiatan mungkin dapat diselipkan di antaranya. Kegiatan bersifat relatif. Sehingga, ia dapat menyesuaikan ruang, bukan?

Perlakuan kedua.

Dari pemikiran seperti itu, diberikan perlakuan yang berbeda pada model. Sifat plastisin yang dapat diubah-ubah sesuai dengan sifat kegiatan yang relatif. Sedangkan polifoam yang solid dan rigid sesuai dengan sifat batasan-batasan ruang arsitektur yang tetap (fixed). Plastisin dapat diubah-ubah bentuknya tetapi polifoam tidak.

Berbagai kegiatan, dalam bentuk plastisin, dimasukkan dengan penyesuaian. Satu persatu plastisin dimasukkan tanpa meninggalkan celah. Seluruh kegiatan dipaksakan masuk ke dalam ruang.

Penyesuaian kegiatan ini memungkinkan lebih banyak kegiatan masuk ke dalam ruang. Namun, sama seperti perlakuan pertama, terdapat penyimpangan dari kondisi ruang yang diharapkan. Terlebih, kegiatan perlu menyesuaikan diri dengan ruang. Pemaksaan ini dapat menimbulkan penyiksaan (violence) terdapat indera dan tubuh pengguna.

Ketidaksesuaian ini menghadirkan pemikiran tentang ruang yang ugly.

Sebab ruang arsitektur yang tetap akan bertabrakkan dengan kegiatan yang relatif. Ruang arsitektur, kemudian, violence terhadap tubuh (body). Ruang terasa lebih kecil dari semestinya.

Daftar pustaka

Tschumi, Bernard (1994). Architecture and Disjunction.

Kelompok: Anthya Dwita Mahatidana, Tirta Saraswati, Wayan Jatasya

19
Nov
13

BAD BED ROOM !

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BY : ADELINE / CATRIN / DENDY

17
Feb
13

Pangkalan Ojek

Ojek merupakan salah satu moda transportasi yang sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang menarik adalah bagaimana pangkalan ojek sering berada ditempat yang strategis sehingga mudah dijagkau oleh para calon penggunanya. Pangklan ojek ini terkadang berada di ruang terbuka (open space) seperti lapangan, taman kota (ruang hijau), dan sebagainya dan lokasinya mudah dilihat dari berbagai arah Ada pula yang memanfaatkan badan jalan (pedestrian way) sebagai tempat pangkalan ojek sehingga mengganggu sirkulasi pejalan kaki. Hal ini mungkin berpengaruh terhadap lingkungan sekitar, bisa berdampak positif maupun negatif. Sebagai contoh ditempat berskala besar seperti terminal terdapat beberapa pangkalan ojek dan fenomena yang pengamat lihat adalah terbentuknya kerumunan yang terdiri tidak hanya dari tukang ojek tetapi juga penjual makanan hingga pengamaen yang menetap disana. Pangkalan ojek memiliki karakteristik yang berbeda-beda berdasarkan skala tempatnya berada. Akankah ruang yang tercipta pada pangkalan ojek pertigaan gang sempit sama dengan pangkalan ojek didepan Sekolah Menengah Atas. Karakteristik serta kulaitas ruang yang tercipta akibat adanya pangkalan ojek disuatu lingkup wilayah yang berbeda adalah salah satu yang akan coba diamati.
Pemahaman dapat dilakukan juga dari bagaimana proses terbentuknya suatu kelompok sosial yang terdiri dari individu-individu tukang ojek hingga terbentuk suatu organisasi yang sifatnya temporer maupun permanen yaitu pangkalan ojek. Serta bagaimana masyarakat sekitar serta budaya setempat mempengaruhi sebuah pangkalan ojek juga menjadi faktor pembentuk suatu komunitas ojek. Lingkungan sekitar seperti alam dan ruang hijau mempengaruhi suatu pangkalan ojek seperti dibeberapa tempat pangkalan ojek bernaung dibawah pohon-pohon besar sebagai naungan. Faktor-faktor seperti ini akan mempengaruhi pula perkembangan suatu pangkalan ojek. Dari sekedar pengamatan singkat yang pengamat lihat terdapat pangkalan ojek yang awalnya hanya terdiri dari tiga orang berkembang menjadi belasan dan sekarang memiliki saung untuk tempat beristirahat yang juga diberi tanda sebagai “Pangkalan Ojek”.
Pangkalan ojek telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan terus berkembang seiring berjalannya waktu. Bagaimana ruang yang terbentuk akan berkembang seiring waktu dan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti sosial, ekonomi, budaya, dan lainnya ? Apakah pangkalan ojek sebagai komunitas yang berkumpul berpotensi untuk meningkatkan kualitas suatu wilayah atau distrik ? Bagaimana hubungan desain perkotaan dengan ruang tersebut?

16
Jan
12

ugly is something you hide

menurut oxford dictionary, ugly diartikan sebagai unpleasant to look at. dan saya sangat setuju dengan definisi ini.

saya pernah menonton sebuah drama serial Jepang berjudul Hotaru no Hikari. Drama ini bercerita tentang Hotaru, seorang desainer interior yang cantik, terkenal cekatan dan sangat telaten dalam bekerja. Namun dimata teman-teman sekantornya, Hotaru adalah seseorang yang misterius, karena jarang sekali ikut kumpul-kumpul di akhir pekan bersama teman-temannya, dan tidak pernah mengajak teman-temannya mengunjungi rumahnya.

ternyata, hotaru yang cantik, cekatan dan telaten, di rumah adalah seorang yang….

Photobucket

bandingkan tampilan di kantor dan di rumah seorang hotaru…

Photobucket

di rumah, hotaru jauh dari kata rapi. memakai baju seenaknya, tabrak warna, dengan barang berantakan di sekitarnya, tidur-tiduran dengan posisi yang juga seenaknya di teras rumahnya. sungguh jauh dari sosok hotaru yang biasa terlihat di kantor.

kondisi hotaru di rumah adalah ugly? saya yakin sebagian besar akan menjawab, ya. mengapa? karena kita melihat pemandangan yang tidak menyenangkan untuk dinikmati. benda-benda berserakan dan kombinasi warna baju yang sama-sama terang sehingga terlalu mencolok. belum lagi rambut yang berantakan dan tidak terikat dengan rapi.

tapi adakah yang tahu? tidak ada. karena hotaru selalu tampil 180 derajat ketika di kantor, memakai baju yang rapi dan serasi serta rambut yang disisir rapi dan tidak pernah berniat mengundang teman-teman kantornya ke rumah. so, no one knows, she hides that…

di kamar kosan, saya mempunyai sebuah desk tempat saya menaruh banyak barang, khususnya asesoris dan benda-benda yang saya pakai sehari-hari. setiap hari saya menghabiskan waktu cukup lama (sekitar 15-20 menit) di depan desk tersebut ketika bersiap-siap hendak pergi ke kampus, ataupun berpergian (apalagi berpergian bisa lebih lama). jadi desk tersebut dapat dikatakan salah satu yang dapat menunjang saya berpenampilan lebih baik.

namun ironisnya, kondisi desk tersebut adalah….

Photobucket

sangat tidak rapi, botol-botol terguling, bahkan dapat ditemukan sampah. namun, saya justru berusaha menghasilkan penampilan yang rapi setiap harinya, padahal ‘sumber’nya adalah sesuatu yang jauh dari kata rapi. ugly? ya. berantakan, sampah berceceran, tidak teratur. tapi desk tersebut tidak ada yang tahu *kecuali teman-teman dekat yang memang cukup sering ke kamar saya*, tidak pernah ditunjukkan, bahkan output yang berasal dari kegiatan berlama-lama di depan desk tersebut setiap harinya 180 derajat berbeda.

ugly, menurut saya adalah sesuatu yang tidak enak dipandang mata, maka dari itu seringkali disembunyikan atau dibuang. maka dari itu kita rela membeli tempat sampah agar sampah memiliki tempatnya sendiri sehingga tidak dapat terlihat langsung, dan posisi TPA biasanya jauh dari jangkauan kebanyakan orang. seperti contohnya TPA di fakultas teknik yang terletak di belakang laptek sehingga jauh dari pandangan mata.

13
Jan
12

The Ugly

Image and video hosting by TinyPic

Ugly atau jelek, buruk. Sebenarnya apa ang dimaksud oleh ugly, bagaimana sebuah benda disebut jelek. Banyak pendapat, yaitu kotor, tidak sesuai konteks, dan lain-lain. Botol penyek di ataslah yang saya lihat menjadi ugly, alasannya adalah karena bentuknya tidak sesuai lg seperti sedia kala, lalu botol ini juga tidak berfungsi dengan baik, karea tidak dapat menampung air sebagai mana mestinya karena remuk dan bocor lalu benda ini juga tidak dapat dipegang secara sempurna, karena unsure ergonomisnya telah hilang. Benda ini ugly dan akhirnya hanya akan menjadi sampah pada saat ini dan konteks serta waktu ini. Mungkin benda ini akan berbeda terlihat ketika ada seorang seniman menggunakannya sebagai sebua seni instalasi sesuatu. Kesimpulanny adalahs ebuah benda ugly dinilai secara objektif oleh orang yang melihatnya pada saat tertentu.




This is a blog for any ideas, thoughts, questions and anything else related to architecture and everyday. Writings in this blog were submitted by students of "Architecture & Everyday" class at the University of Indonesia, as our attempts of reading and re-reading of our everyday and our architecture